Bahagia di Jalan Ini

Ada kebahagiaan yang aneh. Ia tidak datang dari tumpukan harta, bukan pula dari gemerlap panggung. Ia datang dari peluh yang jatuh diam-diam, dari langkah kaki yang menapak di jalan yang panjang, dan dari hati yang tenang karena tahu: aku sedang berjalan di jalan Allah.

Banyak orang mencari kebahagiaan di luar sana, dalam kenyamanan, dalam pujian, dalam pencapaian. Tapi di jalan dakwah, kita belajar menemukan bahagia dalam hal-hal yang tidak selalu mudah: Dalam penolakan, kita belajar sabar. Dalam kelelahan, kita belajar ikhlas. Dalam kesepian, kita belajar dekat dengan Allah.

Rasulullah adalah manusia paling mulia, tapi juga manusia yang paling banyak menanggung beban. Dihina, ditolak, dicaci, bahkan diusir dari tanah kelahirannya. Namun di wajah beliau selalu ada senyum, karena beliau tahu, setiap luka di jalan dakwah adalah bagian dari cinta Allah.

Suatu hari, di Thaif, ketika batu-batu dilemparkan kepadanya, darah mengalir di wajahnya. Tapi doanya bukan keluh kesah, melainkan harapan: “Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku, karena mereka tidak tahu.”

Betapa dalam kebahagiaan seorang da’i, bukan karena dimuliakan manusia, tapi karena dicintai Allah.

Kebahagiaan di jalan dakwah sering kali tak dimengerti oleh orang lain. Mengapa kita mau mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran tanpa pamrih? Mengapa kita mau bekerja di balik layar, tanpa nama di spanduk, tanpa sorotan kamera? Karena kita tahu, ada kebahagiaan yang tidak bisa dibeli: bahagia ketika Allah ridha.

Kita bisa belajar pula dari kisah kekinian. Dari para relawan yang menembus daerah bencana, tidur di tanah, berbagi makanan seadanya, tapi wajah mereka bercahaya.
Atau dari guru ngaji di pelosok desa, berjalan kaki berjam-jam hanya untuk mengajarkan satu huruf Al-Qur’an. Mereka tidak viral, tidak terkenal, tapi mereka bahagia, karena mereka tahu untuk siapa mereka hidup dan berjuang.

Dakwah bukan jalan yang selalu nyaman. Terkadang sepi, terkadang melelahkan. Namun di situlah letak keindahannya. Karena di jalan ini, kita tidak hanya sedang bekerja, kita sedang disucikan. Allah tidak butuh hasil dari kita, tapi Allah ingin melihat kesungguhan kita.

Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang berkata: ‘Rabb kami adalah Allah’, kemudian mereka istiqamah, maka malaikat turun kepada mereka (dan berkata): Janganlah kamu takut dan janganlah kamu bersedih, dan bergembiralah dengan surga yang dijanjikan kepadamu.” (QS. Fussilat: 30)

Mereka bahagia bukan karena beban di pundak hilang, tapi karena mereka tahu ke mana kaki mereka melangkah.

Maka berbahagialah di jalan ini, meski langkahmu pelan, meski pundakmu lelah, meski kadang terasa sendiri.
Karena jalan ini penuh cinta, penuh rahmat, penuh janji yang tidak pernah dusta.

Bahagialah saat engkau memberi, saat engkau menolong, saat engkau menahan diri. Bahagialah saat engkau mengorbankan sesuatu yang kau cintai demi sesuatu yang lebih dicintai Allah. Bahagialah saat engkau tahu: setiap lelahmu, setiap air matamu, setiap doa yang kau bisikkan di sepertiga malam, semuanya tidak pernah sia-sia.

Di jalan ini, kita belajar bahwa bahagia bukanlah ketika hidup tanpa ujian,
tapi ketika setiap ujian mendekatkan kita pada Tuhan.

Maka tersenyumlah, wahai pejuang dakwah. Karena langkahmu disaksikan langit, dan setiap niatmu dicatat malaikat.

Bahagialah di jalan ini. Karena inilah jalan para Nabi. Jalan yang penuh luka, tapi di ujungnya; surga telah menanti.

Pangeran Ratu, SU1.
Jumat, 17/10/25.

Tinggalkan komentar